Skip to main content

Suku Bangsa yang Mendiami Pulau Jawa

Halo sob, kali ini saya menjelaskan tentang suku bangsa yang mendiami Pulau Jawa, suku bangsa apa saja yang menghuni Pulau Jawa? sebagian besar yaitu suku Betawi di Jakarta, Sunda di Jawa Barat, dan Jawa di Yogyakarta dan Jawa Tengah, penasaran? silahkan simak baik-baik penjelasan lengkapnya dibawah ini.

Suku Bangsa yang Mendiami Pulau Jawa


Suku Bangsa Betawi di Jakarta

Suku bangsa Betawi menempati wilayah Jakarta. Menurut sejarah, VOC didirikan pada tahun 1602 di Banten, kemudian tahun 1610 pusat pemerintahannya dipindahkan ke Jayakarta. Dibawah pemerintahan Gubernur Jenderal JP Coen dibangun kota Batavia. Selanjutnya kota tersebut mengalami kemajuan yang pesat sehingga dari tahun ke tahun semakin banyak pendatang yang menetap di Batavia.

Bertambahnya pendatang dari Jawa (Jawa Tengah dan Jogja) membawa pengaruh yang cukup besar terhadap pola kehidupan masyarakat Betawi baik bahasa, musik, tari, teater, dan sebagainya. Penduduk Betawi pada umumnya memeluk agama Islam walaupun penganut agama lainnya juga ada. Mata pencaharian suku bangsa Betawi antara lain berdagang, pentas seni, bercocok tanam, dan menangkap ikan di laut.


Suku Bangsa Sunda di Jawa Barat

Suku bangsa Sunda mendiami tanah Pasundan dan Tatar Sunda yang dibatasi oleh bagian timur Jawa Barat yaitu Sungai Cilosari dan Sungai Citandui. Berdasarkan etnografis yang disebut suku Sunda adalah suku bangsa yang secara turun-temurun menggunakan bahasa ibu yaitu bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Sunda dianggap masih murni dan halus adalah bahasa yang digunakan di Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Bandung, Sumedang, Sukabumi, dan Cianjur. Kebanyakan orang Sunda disebut orang Priangan.

Mengenai sistem perekonomian di Jawa Barat sudah cukup kompleks, yang dapat dikelompokkan menjadi 3 unit sosial sebagai pusat kehidupan ekonomi yaitu kota, desa, dan perkebunan. Sedangkan mengenai agama dan kepercayaan, sebagian besar orang Sunda menganut Islam dan masih memiliki kepercayaan yang kuat terhadap mitos dan takhayul terutama masyarakat yang berada di pedesaan.

Sistem kekerabatan masyarakat Sunda bersifat bilateral. Sedangkan mengenai struktur sosialnya mirip dengan suku Jawa yang susunan masyarakatnya secara bertingkat. Lapisan atas merupakan golongan bangsawan, sedangkan lapisan bawah adalah golongan wong cilik seperti petani, tukang, pekerja kasar, dan sebagainya.


Suku Bangsa Jawa di Yogyakarta dan Jawa Tengah

Suku bangsa Jawa adalah suku yang mendiami pulau Jawa bagian tengah dan timur seperti Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri. Daerah yang merupakan pusat kebudayaan Jawa adalah daerah Yogyakarta dan Surakarta yang merupakan bekas kerajaan Mataram.

Dengan luasnya daerah yang didiami orang-orang suku Jawa, maka dapat terlihat variasi dan perbedaan-perbedaan seperti istilah teknis, dialek bahasa dan perbedaan tersebut bersifat lokal.

Bahasa yang dipergunakan dalam pergaulan sehari-hari adalah bahasa Jawa. Berbicara dengan bahasa Jawa dan perbedaan-perbedaan sesuai dengan tingkatan orang yang diajak berbicara berdasarkan umur dan status sosialnya. Dalam susunannya, bahasa jawa dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Jawa Ngoko dan Jawa Krama.
  1. Bahasa Jawa Ngoko, yaitu bahasa yang dipergunakan dalam berbicara antara orang yang sudah dikenal akrab serta orang yang usianya lebih tua kepada yang lebih muda.
  2. Bahasa Jawa Krama, yaitu bahasa yang dipergunakan dalam percakapan di keraton antara para bangsawan dan juga untuk orang yang memiliki status sosial lebih tinggi Bahasa Jawa krama lebih halus dibanding dengan bahasa Jawa ngoko.
Pada sistem agama dan kepercayaan, sebagian besar masyarakat suku Jawa adalah penganut agama Islam. Di daerah tertentu sebagian kecil menganut agama lain.

Pada masyarakat suku Jawa masih ada yang mempercayai adanya kekuatan yang disebut kasekten, juga adanya roh-roh halus yang ada disekitar tempat tinggal manusia terhindar dari gangguan roh halus atau ingin mencapai kesuksesan maka seseorang harus prihatin, berpuasa, berpantang, memberikan sesaji dan selamatan.

Mengenai sistem kekerabatan suku Jawa menggunakan prinsip keturunan bilateral atau parental. Beberapa istilah kekerabatan yang menunjukkan sistem klasifikasi menurut angkatan:
  1. Siswa atau uwa, adalah sebutan untuk laki-laki serta kakak perempuan beserta suami dan istrinya dari ayah dan ibu.
  2. Paman adalah sebutan untuk adik laki-laki dari ayah dan ibu.
  3. Bibi adalah sebutan untuk adik perempuan dari ayah dan ibu.
Pada sistem perkawinan tidak diperbolehkan pernikahan antara saudara sekandung, antara saudara misan yang ayahnya adalah anggota sekandung, atau pernikahan antara saudara misan yang ibunya sekandung, juga pernikahan antara saudara misan yang laki-laki menurut ibunya lebih muda dari pihak perempuan. Dalam proses menjelang pernikahan, diawali terlebih dahulu dengan proses pelamaran, sistem pernikahan ngenger, triman, dan ngunggah-unggahi.

Untuk menetapkan tempat tinggal setelah pernikahan, pengantin baru bisa memilik utrolokal (tinggal di sekitar rumah mempelai kerabat laki-laki) atau uxorilokal (tinggal disekitar rumah kerabat mempelai wanita). Namun mereka akan merasa bangga bila bisa memiliki tempat tinggal baru terlepas dari tempat tinggal mempelai laki-laki atau perempuan (neolokal).

Mengenai sistem kemasyarakatan, masih terdapat pembedaan antara golongan priyayi yang terdiri dari kaum terpelajar, pegawai, dan bangsawan yang merupakan lapisan atas dan golongan wong cilik yang menjadi lapisan paling bawah. Lapisan wong cilik dapat dibedakan atas 3 golongan sebagai berikut:
  1. Golongan lapisan wong baku, yaitu keturunan orang-orang yang pertama datang dan menetap di desa.
  2. Golongan lapisan kulit gandok atau lindung, yaitu kelompok laki-laki yang telah menikah tetapi masih menetap ikut di rumah mertuanya.
  3. Golongan lapisan joko, sinoman atau bujangan, yakni golongan anak-anak muda yang belum menikah.
Mengenai mata pencaharian, masyarakat suku Jawa sebagian besar adalah petani dan tinggal di pedesaan. Dalam mengerjakan tanah pertanian ada yang di sawah maupun tegalan atau lahan kering. Mata pencaharian lain yaitu bekerja sebagai buruh tani (buruh macul, nggaru, matun). Ada pula yang meminjamkan uang untuk usaha pertanian dengan sistem adol oyodan, ijon, maro atau mertelu. Selain itu ada juga yang bekerja sebagai pegawai, pedagang, tukang, dan sebagainya.


Demikian artikel tentang penjelasan macam suku bangsa yang mendiami pulau Jawa ini, semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi semua orang.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar