Skip to main content

Sejarah Kerajaan Aceh Lengkap

Tepat pada abad ke-15 Kerajaan Aceh Darussalam dirintis oleh Mudzaffar Syah. Pusat kerajaan dibangun diatas puing-puing Kerajaan Lamuri, sebelah barat laut Samudera Pasai. Status kerajaan penuh diraih semasa pemerintahan Ali Mughayat Syah sebagai hasil penyatuan dua kerajaan, yaitu Lamuri dan Dar al-Kalam.

Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam. Perkembangan pesat Kerajaan Aceh tersebut tidak terlepas dari letak Kerajaan Aceh yang strategis, yaitu di Pulau Sumatra bagian utara dekat jalur pelayaran dan perdagangan internasional pada saat itu.

Sejarah Kerajaan Aceh Lengkap


Kehidupan Politik

Berikut beberapa faktor yang mendukung Aceh cepat tumbuh menjadi kerajaan besar.
  • Letak ibu Kota Aceh yang sangat strategis yaitu di pintu gerbang pelayaran dari India dan Timur Tengah yang akan ke Malaka, Cina, atau ke Jawa.
  • Pelabuhan Aceh (Olele) memiliki persyaratan yang baik sebagai pelabuhan dagang.
  • Daerah Aceh kaya dengan tanaman lada, pada saat itu tanaman lada adalah tanaman yang merupakan dagangan ekspor yang penting.
  • Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menyebabkan perdagangan Islam banyak yang singgah ke Aceh, apalagi setelah jalur pelayaran beralih melalui sepanjang pantai barat Sumatra.
Tahukah Anda bagaimana corak pemerintahan Aceh?

Corak pemerintahan Aceh adalah pemerintahan sipil dan pemerintahan atas dasar agama. Pemerintahan sipil dipimpin oleh kaum bangsawan. Setiap kampung (gampong) dipimpin oleh seorang ulebalang. Beberapa gampong digabung menjadi sagi yang dipimpin oleh seorang panglima sagi.

Kaum bangsawan yang memegang kekuasaan sipil disebut teuku. Pemerintah atas dasar agama, dilakukan dengan menyatukan beberapa gampong dengan sebuah masjid yang disebut mukim. Kepala tiap-tiap mukim disebut imam. Kaum ulama yang berkuasa dalam bidang keagamaan disebut teungku.

Berikut ini adalah raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Aceh.
  • Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M), yaitu raja pertama Kerajaan Aceh. Pada masa pemerintahan melakukan penguasaan daerah seperti ke daerah Daya, Pasai, dan melakukan serangan kepada kedudukan Portugis di Malaka dan menyerang Kerajaan Aru.
  • Sultan Salahuddin (1528-1537), pada masa pemerintahannya kurang memperhatikan kerajaan, sehingga kerajaan mulai goyah dan mengalami kemunduran. Akhirnya pada tahun 1537 Sultan Salahuddin diganti oleh saudaranya yang bernama Alauddin Riayat Syah al-Kahar.
  • Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar (1537-1568 M), pada masa pemerintahannya, Aceh berkembang menjadi bandar utama di Asia (bagi pedagang muslim mancanegara).
  • Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M), pada masa pemerintahannya Kerajaan Aceh mengalami kejayaan. Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar yang berkuasa pada perdagangan Islam, bahkan menjadi bandar transito yang dapat menghubungkan dengan perdagangan Islam di dunia Barat. Sultan Iskandar Muda melakukan beberapa tindakan sebagai berikut:

    [1]. Merebut sejumlah pelabuhan penting di pesisir barat dan timur Sumatra, serta pesisir barat Semenanjung Malaya.

    [2]. Menyerang kedudukan Portugis di Malaka dan kapal-kapalnya yang melalui Selat Malaka. Aceh sempat menang perang melawan armada Portugis di sekitar Pulau Bintang pada tahun 1614.

    [3]. Bekerja sama dengan Inggris dan Belanda untuk memperlemah pengaruh Portugis. Iskandar Muda mengizinkan persekutuan dagang kedua negara itu untuk membuka kantor di Aceh.
  • Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M), pada masa pemerintahannya lebih memperhatikan perkembangan dalam negeri daripada politik ekspansi, menegakkan hukum berdasarkan syarat Islam, dan hubungan dengan wilayah taklukan dijalin dalam suasana liberal, bukan melalui tekanan politik dan militer.

Kehidupan Masyarakat

Struktur sosial masyarakat Kerajaan Aceh terdiri dari golongan-golongan, yaitu golongan teuku (kaum bangsawan yang memegang kekuasaan pemerintahan sipil), golong teungku (kaum ulama yang memegang peranan penting dalam keagamaan), golongan hulubalang atau golongan ulebalang (para prajurit), dan golongan rakyat biasa.

Peningkatakn kebudayaan yang terlihat nyata di Kerajaan Aceh adalah Masjid Baiturrahman dan buku Bustanus Salatin yang ditulis oleh Nuruddin ar-Raniri yang berisi tentang sejarah raja-raja Aceh.

Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh mengalami kemajuan seperti disusunnya suatu undang-undang tentang para pemerintahan yang disebut Adat Makuta Alam. Selain disusunnya undang-undang di Aceh di bidang sastra dan filsafat juga mengalami kemajuan. Pada waktu itu muncul seorang ulama besar (Hamzah Fansuri) yang mengajarkan ilmu tasawuf dan pengarang buku tentang filsafat agama Islam dan syiar keagamaan.

Setela Hamzah Fansuri meninggal, ajarannya disebarluaskan oleh seorang muridnya bernama Syamsuddin Pasai. Dalam buku sejarah Aceh yang diberi nama Bustanus Salatin (Taman Segala Raja) menguraikan tentang adat istiadat suku Aceh dan ajaran agama Islam. Hasil kesusastraan Aceh tidak ditulis dalam bahasa Aceh, namun ditulis dalam bahasa Melayu.

Sepeninggalan Sultan Iskandar Thani, Aceh mengalami kemunduran. Berikut hal-hal yang menyebabkan Aceh mengalami kemunduran.
  • Kekalahan Aceh dalam perang melawan Portugis di Malaka pada tahun 1629 M.
  • Tokoh pengganti Sultan Iskandar Muda tidak secakap pendahulunya.
  • Permusuhan yang hebat diantara kaum ulama yang menganut ajaran Syamsuddin as-Sumatrani dan penganut ajaran Nuruddin ar-Raniri.
  • Daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintahan seperti Johor, Perlak, Pahang, Minangkabau, dan Siak melepaskan diri dari Aceh.
  • Pertahanan Aceh lemah sehingga bangsa-bangsa di Eropa berhasil mendesak dan menggeser daerah perdagangan Aceh. Akibatnya perekonomian Aceh menjadi lemah.


Demikian artikel tentang sejarah Kerajaan Aceh yang dibahas secara lengkap ini, semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi semua orang.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar