Skip to main content

Sejarah Kerajaan Islam di Sulawesi

Di Sulawesi Selatan pada awal mulanya berdiri beberapa kerajaan seperti Gowa, Tallo, Luwu, Bone, dan Soppeng. Kemudian Kerajaan Soppeng, Wajo, dan Bone memilih bergabung menjadi satu dengan nama Tellum Pacceu, sedangkan Kerajaan Gowa dan Tallo bersatu menjadi satu dengan nama Kerajaan Makassar.

Kerajaan Gowa dan Tallo bersatu dibawah pimpinan raja Gowa yaitu Daeng Manrabba. Setelah menganut agama Islam Daeng Manraba bergelar Sultan Alauddin, sedangkan raja Tallo yaitu Karaeng Mattoaya bergelar Sultan Abdullah menjadi Mangkubumi. Bersatunya Kerajaan Gowa dan Tallo tersebut bersamaan dengan tersebarnya agama Islam ke Sulawesi Selatan.

Sejarah Kerajaan Islam di Sulawesi

Kerajaan Makassar

a. Letak Geografis

Letak Kerajaan Makassar sangat strategis yaitu berada di jalur lintas pelayaran antara Malaka dan Maluku Dengan letak yang strategis tersebut menarik minat banyak pedagang untuk singgah di Pelabuhan Sombaopu.

b. Kehidupan Politik

Perkembangan Kerajaan Makassar ini tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah. Berikut adalah raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Makassar.

[1]. Sultan Alauddin (1591-1639 M)
Sultan Alauddin merupakan Raja Makassar yang pertama yang memeluk agama Islam. Pada saat Sultan Alauddin memerintah, Kerajaan Makassar mulai terjun dalam dunia pelayaran dan perdagangan (dunia maritim). Dengan perkembangannya itu menjadikan kesejahteraan rakyat Makassar meningkat.

[2]. Sultan Muhammad Said (1639-1653 M)
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Said, perkembangan Makassar maju pesat sebagai bandar transit. Bahkan Sultan Muhammad Said juga pernah mengirimkan pasukan ke Maluku untuk membantu rakyat Maluku berperang melawan Belanda.

[3]. Sultan Hasanuddin (1653-1669 M)
Tahukah anda, siapa raja Kerajaan Makassar yang mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur? Mengapa Belanda memberi julukan Ayam Jantan dari Timur? Sultan Hasanuddin adalah putra Sultan Muhammad Said. Pada Masa pemerintahan Sultan Hasanuddin Makassar mencapai masa kejayaan. Makassar hampir menguasai seluruh wilayah Sulawesi Selatan tidak hanya itu ia juga memperluas wilayah kekuasaannya ke Nusa Tenggara (Sumbawa dan sebagian Flores). 

Berkat penguasaan wilayah tersebut semua aktivitas pelayaran dan perdagangan yang melalui Laut Flores diharuskan singgah di pusat Kerajaan Makassar. Hal tersebut di tentang oleh Belanda yang memiliki wilayah kekuasaan di Maluku yang pusatnya di Ambon terhalang oleh kekuasaan Makassar. Pertentangan antara Makassar dan Belanda sering menimbulkan peperangan.

Bahkan pertentangan itu sering terjadi di Maluku. Berkat Keberanian Sultan Hasanuddin memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku hal ini mengakibatkan Belanda semakin terdesak. Oleh keberanian Sultan Hasanuddin tersebut, kemudian Belanda memberikan julukan kepada Sultan Hasanuddin Ayam Jantan dari Timur (de Haan van de Oosten).

Untuk menguasai Makassar, Belanda melakukan politik devide et impera yang kemudian menjalin hubungan dengan Kerajaan Bone yang diperintah oleh Raja Aru Palaka yang kebetulan pada waktu itu sedang melakukan pemberontakan ke Makassar. Pasukan Belanda yang dibantu Aru Palaka berhasil mendesak Makassar dan dapat menguasai ibu kota kerajaan.

Akhirnya terpaksa Sultan hasanuddin harus menandatangani Perjanjian Bongayapada tahun 1667 M yang isinya antara lain sebagai berikut:
  • VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) yaitu kompeni  dagang Belanda memperoleh hak monopoli dagang di Makassar.
  • Belanda dapat mendirikan benteng di pusat Kerajaan Makassar yang diberi nama Benteng Rotterdam.
  • Makassar harus melepas daerah kekuasaannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar wilayah Makassar.
  • Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Meskipun telah menandatangani Perjanjian Bongaya, rakyat Makassar tetap melakukan perlawanan, perlawanan tersebut berlangsung selama dua tahun dengan pusat pertahanan di Sombaopu. Namun, Belanda tetap berupaya merebut pertahanan itu dengan cara menghancurkan dinding benteng dan akhirnya Sultan Hasanuddin menyerah.

[4]. Raja Mapasomba
Raja Mapasomba (Imampasomba Daeng Nguraga dikenal sebagai Sultan Amir Hamzah) adalah putra Sultan Hasanuddin yang turun takhta setelah menyerah kepada Belanda. Sultan Hasanuddin sangat berharap agar Mapasomba dapat bekerja sama dengan Belanda dengan tujuan supaya Makassar tetap dapat bertahan.

Namun nyatanya Mapasomba jauh lebih keras daripada Sultan Hasanuddin sehingga Belanda mengerahkan semua pasukannya untuk menghadapi perlawanan yang dilakukan Mapasomba. Namun, pasukan Mapasomba dapat dikalahkan dan akhirnya Belanda dapat berkuasa penuh atas Makassar.

c. Kehidupan Masyarakat

[1]. Kehidupan Ekonomi
Letak Kerajaan Makassar sangat strategis, yaitu di tengah-tengah jalur perdagangan antara Maluku dan Malaka, sehingga kerajaan tersebut berkembang menjadi pusat perdagangan. Kehidupan ekonomi Makassar bertumpu pada kegiatan perdagangan dan pelayaran.

Dengan berkembangnya Makassar sebagai pusat perdagangan di wilayah timur Indonesia ini mengakibatkan pedagang-pedagang asing (Portugis, Inggris, dan Denmark) berdagang di Makassar. Dengan kapal jenis pinis dan lambo, para pedagang Makassar memiliki peran penting dalam perdagangan di Indonesia.

Untuk mengatur pelayaran dan perdagangan, Kerajaan Makasar menyusun hukum perniagaan, hukum perniagaan ini disebut Ade Allopiloping Bicaranna Pabbahi'e.

[2]. Kehidupan Sosial
Kehidupan Sosial Kerajaan Makassar adalah feodal. Masyarakat Makassar dibedakan atas tiga lapisan atau kelas. Kelas tertinggi bergelar Karaeng yang terdiri dari kaum-kaum bangsawan, tumasaraq adalah sebutan atau gelar untuk rakyat biasa, dan ata untuk hamba sahaya. Raja Makassar setelah masuk Islam bergelar sultan yang dalam menjalankan pemerintahannya dibantu oleh suatu dewan yang disebut Kasuwiyang Salapanga (Majelis Sembilan) atau Bate Salapanga.

[3]. Kehidupan Budaya
Kebudayaan Kerajaan Makassar dipengaruhi oleh kondisi kerajaan yang bersifat maritim, yaitu pembuatan alat penangkap ikan dan kapal pinis. Kapal pinis ini sampai sekarang masih menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia. Masyarakat Kerajaan Makassar juga mengembangkan seni sastra, yaitu kitab Lontara.


Demikian artikel tentang sejarah kerajaan Islam di Sulawesi ini, semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi semua orang.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar