Skip to main content

Sejarah Awal Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Ide pertama penyelenggaraan maulud atau maulid Nabi Muhammad SAW. berasal dari Sultan Salahuddin Al-Ayyubi, sedangkan pelaksanaan perayaan maulid pertama dilakukan oleh Abu Said Kaukabari bin Abu Hasan Ali bin Baktikin yang terkenal dengan gelar Al-Malikul Mu'azhzham Mudhaffaruddin, yang memerintah sekitar 1144 sampai 1150 M di negeri Ibril atau Arbela yang termasuk daerah Mosoul.

Sejarah Awal Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Dala suatu riwayat dijelaskan, bahwa Sultan Salahuddin Al-Ayyubi pernah menganjurkan para ulama pada zaman itu agar menulis kembali sejarah Nabi Muhammad SAW., baik berupa sya'ir-sya'ir atau sajak-sajak atau karangan-karangan lainnya mengenai sejarah Nabi.

Anjuran ini mendapatkan sambutan baik dari para ulama, yang kemudian memunculkan dan menerbitkan naskah-naskah maulid Nabi, seperti Syaraful Anam, Barjanji, Diba', Maulid Adzab, dan sebagainya. Masing-masing penulis naskah itu pun mendapatkan hadiah yang cukup memuaskan dari Sultan.

Seorang penulis naskah sejarah Nabi SAW, dalam sebuah riwayat pernah dikisahkan bahwa ia menulis sya'ir-sya'ir dan sajak-sajak mengenai riwayat perjalanan Nabi Muhammad SAW. dengan susunan kalimat yang begitu apik dan indah. Namun penulis ini lumpuh sebelah tangannya.

Meskipun demikian hal, hal ini bukanlah merupakan halangan baginya, dan ia tetap ikut serta menulis sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW. dengan segala kesungguhan, sehingga ia sendiri hapal dan memahami kalimat demi kalimat yang ditulisnya dalam karangannya itu.

Pada suatu malam, ia bermimpi membaca karangannya dengan segala penghayatan dan diiringi dengan irama yang merdu. Ketika membaca karangan-karangan yang ditulisnya itu berulang-ulang, sekonyong-konyong muncullah cahaya bersinar yang meneranginya, dan ditengah-tengah cahaya terang benerang itu muncul pula Nabi Muhammad SAW. dengan wajah tersenyum memandang kepadanya, sambil berkata, "Teruskan dan ulangi bacaanmu. Sungguh, tulisanmu merupakan sebuah karangan yang indah." Ketika itu Nabi lalu memegang tangannya yang lumpuh sambil mengusap dan mengurutnya.

Di tengah-tengah menikmati mimpi itu, tiba-tiba ia tersadar dari tidurnya...

Dan pada keesokan harinya ia merasakan tangannya pulih kembali, seperti tidak pernah mengalami kelumpuhan.

Demikianlah pengakuan seorang penulis sejarah Nabi SAW. di zaman itu.

Dengan demikian, pelajaran yang bisa dipetik dari sana bahwa orang yang cinta kepada Nabi, yang menyampaikan ajaran-ajarannya kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan dan dalam menyampaikan itu dilandasi dengan sikap tulus dan ikhlas, orang tersebut patut mendapatkan balasan yang baik dari sisi Allah SWT.


Demikian artikel tentang Sejarah Awah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini, semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi semua orang.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar