Skip to main content

Pembentukan Negara Madinah Oleh Nabi Muhammad

Setelah tiba dan diterima penduduk Yastrib, Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Setelah berbagai macam rintangan dilewati, pada kisah Nabi Muhammad yang telah di bahas pada artikel sebelumnya.

Pembentukan Negara Madinah Oleh Nabi Muhammad

Berbeda dengan periode Mekah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenan dengan kaidah kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad SAW. mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara.

Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan. kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala negara.

Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, beliau meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat.

Dasar pertama, yaitu pembangunan mesjid, selain untuk tempat shalat, masjid juga sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka. Selain itu, juga sebagai tempat merunding masalah-masalah yang dihadapi dan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.

Dasar kedua, yaitu Ukhuwa Islamiyyah, persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin, penduduk Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin tersebut.

Dengan demikian, diharapkan setiap muslim merasa terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan, Apa yang dilakukan oleh Rasulullah ini berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan darah.

Dasar ketiga, yaitu hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, di samping orang-orang Arab Islam, juga terdapat golongan masyarakat Yhdi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka.

Untuk itu beliau mengeluarkan sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yhdi sebagai suatu komunitas. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.

Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah SAW. menjadi kepala pemerintahan memiliki wewenang yang menyangkut peraturan dan tata tertib umum. Dalam bidang sosial, Rasulullah SAW. juga meletakkan dasar persamaan antar sesama manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan, sering disebut dengan konstitusi Madinah.

Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini semakin mendorong orang-orang Quraisy untuk berbuat apa saja. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh,

Nabi sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam diizinkan berperang dengan dua alasan:

  1. Untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya.
  2. Menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya.

Dalam sejarah negara Madinah memang banyak terjadi peperangan sebagai upaya kaum muslimin mempertahankan diri dari serangan musuh. Nabi sendiri, di awal pemerintahannya mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai aksi siaga untuk melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian damai dengan berbagai kabilah juga diadakan dengan maksud memperkuat kedudukan Madinah.

Perang pertama yang sangat menentukan masa depan negara Islam ini adalah perang Badar, yaitu perang antara kaum muslim dengan musyrik Quraisy. Pada tanggal 8 Ramadhan tahun 2 Hijriyah, Nabi bersama 305 orang muslim bergerak ke luar kota membawa perlengkapan yang sederhana. Di daerah Badar, kurang lebih 120 km dari Madinah, pasukan Nabi bertemu dengan pasukan Quraisy yang berjumlah 900 sampai 1000 orang.

Nabi sendiri yang memegang komando dalam perang ini dan kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Namun orang-orang Yhdi Madinah merasa tidak senang, mereka tidak sepenuh hati menerima perjanjian yang telah dibuat antara mereka dengan Nabi.

Tidak lama setelah perang tersebut, Nabi menandatangani sebuah piagam perjanjian dengan beberapa suku Badui yang kuat. Suku Badui ini ingin sekali menjalin hubungan dengan Nabi setelah melihat kekuatan Nabi semakin meningkat.

Selain itu, setelah perang Badar, Nabi juga menyerang suku Yhdi Madinah, Qainuqa, yang berkomplot dengan orang-orang Mekah. Orang-orang Yhdi ini akhirnya meninggalkan Madinah menuju Adhri'at di perbatasan Syiria.

Bagi kaum Quraisy Mekah, kekalahan dalam perang Badar merupakan pukulan berat. Mereka berniat untuk membalas dendam. Pada tahun 3 Hijriyah, mereka berangkat menuju Madinah dengan membawa tidak kurang dari 3.000 pasukan berkendara unta, 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Whalid, 700 orang diantara mereka memakai besi.

Nabi Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan 1.000 orang. Namun, baru saja melewati batas kota, Abdullah bin Ubay, seorang munafik dengan 300 orang Yhdi, membelot dan kembali ke Madinah. Mereka melanggar perjanjian dan disiplin perang.

Meskipun demikian dengan 700 orang pasukan yang tertinggal, Nabi melanjutkan perjalanan beberapa kilometer dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan bertemu. Perang dahsyat pun berkobar. pertama-tama prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur tentara musuh yang lebih besar itu.

Pasukan berkuda yang dipimpin Khalid bin Walid gagal menembus benteng pasukan pemanah Islam. Dengan disiplin yang tinggi dan dan strategi perang yang jitu, pasukan yang lebih kecil itu ternyata mampu mengalahkan pasukan yang lebih besar. Kemenangan yang sudah di ambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan musuh.

Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa menghiraukan gerakan musuh, termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang telah diperingatkan Nabi agar tidak meninggalkan posnya.

Kelengahan kaum Muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin Walid berhasil melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang tadinya sudah kabur berbalik menyerang. Pasukan Islam menjadi porak-poranda dan tak mampu menangkis serangan tersebut. Satu persatu pahlawan Islam gugur, bahkan Nabi sendiri terkena serangan musuh.

Perang ini berakhir dengan 70 orang pejuang Islam Syahid di medan laga. Penghianatan Abdullah bin Ubay dan Yhdi di ganjar dengan tindakan tegas. Bani Nadir, yaitu satu dari dua suku Yhdi di Madinah yang berkomplot dengan Abdullah bin Ubay diusir ke luar kota. Sebagian besar mereka mengungsi ke Khaibar, sedangkan suku Yhdi lainnya, yaitu Bani Quraizah masih tetap di Madinah.

Masyarakat Yhdi yang mengungsi ke Khaibar itu kemudian menjalin kerjasama dengan masyarakat Mekah untuk menyusun kekuatan bersama guna menyerang Madinah. Mereka membentuk pasukan gabungan yang terdiri atas 24 ribu orang tentara. Di dalamnya juga bergabung beberapa suku Arab lain.

Mereka bergerak menuju Madinah pada tahun ke-5 Hijriah. Atas usul Salman Al-Farisi, Nabi memerintahkan umat Islam menggali parit untuk pertahanan. Setelah tentara sekutu tiba, mereka tertahan oleh parit itu. Namun, mereka mengepung Madinah dengan mendirikan kemah-kemah di luar parit hampir sebulan lamanya.

Perang ini disebut perang Ahzab (sekutu beberapa suku) atau perang Khandaq (parit). Dalam suasana kritis ini, orang-orang Yhdi Bani Quraizah di bawah pimpinan Ka'ab bin Asad berkhianat. Hal ini makin membuat umat Islam terjepit.

Setelah sebulan pengepungan, angin dan badai turun amat kencang menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa membawa hasil apapun. Sementara itu, pengkhianatan-pengkhianatan Yhdi Bani Khuraizah dijatuhi hukuman berat, yaitu hukuman mati.

Pada tahun 6 Hijriyah, ketika ibadah haji sudah disyari'atkan. Nabi memimpin sekitar 1.000 orang kaum muslimin berangkat ke Mekah. Bukan untuk berperang, melainkan untuk melakukan ibadah Umrah. Karena itu, mereka mengenakan pakaian Ihram tanpa membawa senjata. Sebelum tiba di Mekah mereka berkemah di Hudaibiyah, beberapa kilometer dari Mekah.

Penduduk Mekah tidak mengizinkan mereka masuk kota. Akhirnya, diadakan perjanjian yang dikenal dengan nama perjanjian Hudaibiyah yang isinya antara lain:

  1. Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah tahun ini, tetapi ditangguhkan sampai tahun depan.
  2. Lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari.
  3. Kaum muslimin wajib mengembalikan orang-orang mekah yang melarikan diri ke Madinah, sedangkan sebaliknya pihak Quraisy tidak harus menolak orang-orang Madinah yang kembali ke Mekah.
  4. Selama sepuluh tahun diberlakukan gencatan senjata antara masyarakat Madinah dan Mekah.
  5. Tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kaum Quraisy atau kaum muslimin, bebas mendapatkannya tanpa mendapatkan rintangan.

Kesediaan orang-orang Mekah untuk berunding dan membuat perjanjian dengan kaum muslimin itu benar-benar merupakan kemenangan diplomatik yang besar bagi umat Islam. Dengan perjanjian ini, harapan untuk mengambil alih Ka'bah dan menguasai Mekah semakin terbuka. Nabi memang sudah sejak lama berusaha merebut dan menguasai Mekah agar dapat menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain. Ini merupakan target utama beliau.

Ada dua faktor pokok yang mendorong kebijaksanaan ini:
  1. Mekah adalah keagamaan bangsa Arab dan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam maka Islam bisa tersebar keluar kota.
  2. Apabila suku Nabi sendiri dapat diislamkan, Islam akan memperoleh dukungan yang kuat karena orang-orang Quraisy mempunyai dan pengaruh yang besar.

Setahun kemudian ibadah umrah ditunaikan sesuai dengan rencana. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam setelah menyaksikan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Madinah.

Gencatan senjata telah memberikan kesempatan kepada Nabi untuk menoleh berbagai negeri lain sambil berfikir bagaimana cara mengislamkan mereka. Salah satu cara yang ditempuh Nabi adalah mengirim utusan dan surat kepada kepala-kepala negara dan pemerintahan.

Diantara raja-raja yang dikirim surat adalah raja Ghassan, Mesir, Abbesinia, Persia, dan Romawi. Namun tak seorang pun yang bersedia masuk Islam. Ada yang menolak dengan baik dan simpati, tetapi ada juga yang menolak dengan kasar, seperti yang diperlihatkan oleh raja Ghassan. Utusan yang dikirim Nabi di bunuh oleh raja Ghassan.

Untuk membalas perlakuan ini, Nabi mengirim pasukan perang sebanyak 3.000 orang. Peperangan terjadi di Mu'tah, sebelah utara Jazirah Arab. Pasukan Islam mendapatkan kesulitan menghadapi tentara Ghassan yang mendapat bantuan dari Romawi. Beberapa pahlawan gugur melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu.

Melihat kenyataan yang tidak berimbang ini Khalid bin Walid yang sudah masuk Islam ini mengambil alih komando dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri dan kembali ke Madinah.

Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsug, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh Jazirah Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan menggabungkan diri ke dalam Islam. Hal ini membuat orang-orang Mekah merasa terpojok.

Perjanjian Hudaibiyah ternyata menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu secara sepihak orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut. Melihat kenyataan ini, Rasulullah segera bertolak ke Mekah dengan 10.000 orang tentara untuk melawan mereka. Nabi Muhammad SAW. tidak mengalami kesukaran dan berhasil memasuki kota Mekah tanpa perlawanan.

Beliau tampil sebagai pemenang. Patung-patung berhala diseluruh negeri dihancurkan. Setelah itu, Nabi berkhotbah menjanjikan ampunan Tuhan terhadap kafir Quraisy. Sesudah khotbah disampaikan, orang-orang kafir Quraisy datang berbondong-bondong memeluk agama Islam. Sejak itu Mekah berada di dalam kekuasaan Nabi.

Sekalipun Mekah dapat dikalahkan, masih ada dua suku Arab yang masih menentang, yaitu Bani Tsaqif di Tahif dan Bani Hawazin di antara Thaif dan Mekah. Kedua suku ini berkomplot membentuk pasukan untuk memerangi Islam. mereka ingin menuntut balas atas berhala-berhala mereka yang diruntuhkan Nabi umat Islam di Ka'bah.

Nabi mengerahkan kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan ini dipimpin langsung oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam waktu tidak terlalu lama.

Dengan ditaklukkannya BaniTsaqif dan Bani Hawazin, seluruh jazirah Arab berada di bawah kepemimpinan Nabi. Melihat kenyataan ini, Heraklius menyusun pasukan besar di utara Jazirah Arab, Syiria, yang merupakan daerah penduduk Romawi. Dalam pasukan besar ini bergabung Bani Ghassan dan Bani Lachimides. 

Untuk menghadapi pasukan heraklius ini, banyak pahlawan Islam menyediakan diri siap berperang bersama Nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar pula. Melihat besarnya pasukan Islam yang dipimpin Nabi, tentara Romawi itu menjadi kecut, akhirnya mereka menarik diri kembali ke daerahnya.

Nabi sendiri tidak melakukan pengejaran, tetapi berkemah di Tabuk. Di sini beliau membuat beberapa perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam. Perang tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.

Pada tahun ke-9 dan ke-10 H(630 dan 632) banyak suku dari berbagai pelosok Arab mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad SAW. menyatakan ketundukan mereka. Masuknya orang Mekah ke dalam agama Islam mempunyai pengaruh yang amat besar pada penduduk padang pasir yang liar itu. Tahun ini disebut tahun perutusan. Persatuan bangsa Arab telah terwujud, peperangan antara suku yang berlangsung sebelumnya telah berubah menjadi persaudaraan seagama.

Dalam kesempatan menunaikan ibadah haji yang terakhir, haji wada', tahun ke-10 H (631 M), Nabi Muhammad menyampaikan khutbahnya yang sangat bersejarah. Isi khutbah itu antara lain larangan menumpahkan darah, kecuali dengan haq dan larangan mengambil harta orang lain dengan batil, karena nyawa dan harta benda adalah suci.

Larangan riba dan larangan menganiaya, perintah untuk memperlakukan istri dengan baik dan lemah lembut dan perintah menjauhi dosa, semua pertengkaran antara mereka di zaman Jahiliyah harus saling dimaafkan, balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan, persaudaraan dan persamaan diantara manusia harus ditegakkan, hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik mereka makan seperti apa yang dimakan tuannya dan memakai seperti apa yang dipakai tuannya, dan terpenting adalah bahwa umat Islam harus selalu berpegang kepada dua sumber yang tak pernah usang, yaitu Al-Quran dan sunnah nabi.

Isi khotbah ini merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam. Selanjutnya, prinsip-prinsip itu bila disimpulkan adalah kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan solidaritas.

Setelah itu, Nabi Muhammad segera kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi masyarakat Kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan para d'i dikirim ke berbagai daerah dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. 

Dua bulan kemudian Nabi menderita sakit demam, tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari senin tanggal 12 Rabi'ul Awal 11 H/8 Juni 632 M, Nabi Muhammad SAW. wafat di rumah istrinya, Aisyah.

Dari perjalanan sejarah Nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW., disamping sebagai pemimpin agama juga sebagai seorang negarawan, pemimpin politik dan administrator yang cakap hanya dalam waktu 11 tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan seluruh Jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.


Demikian artikel tentang sejarah Pembentukan Negara Madinah Oleh Nabi Muhammad ini, semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi semua orang.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar